HAIUPDATE.COM – Pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaksanakan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).
Sebagai upaya mitigasi dan antisipasi dalam menghadapi potensi bencana hidrometeorologi basah di awal tahun 2024.
Langkah ini dilakukan BNPB bersama lintas Kementerian/Lembaga (K/L) mulai BMKG, BRIN, Kementerian Perhubungan, TNI, Polri dan sektor lainnya.
Berdasarkan hasil keputusan rapat koordinasi yang telah dilaksanakan pada 21 Desember 2023.
Baca Juga:
Berpeluang Menjadi Menteri, Presiden Terpilih Prabowo Subianto akan Beri Perhatian kepada Relawan
Pada rapat koordinasi antar lintas K/L tersebut, BMKG memberikan informasi prakiraan cuaca untuk awal tahun 2024.
Baca artikel lainnya di sini : Tepis Serangan Anies di Debat, Prabowo: Semua Partai Pengusung Bapak Sepakati Program Kemhan di DPR
Cuaca berpotensi mengalami curah hujan sedang hingga sangat tinggi di wilayah pulau Jawa dan wilayah lain di Indonesia.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati kemudian mengirimkan surat rekomendasi kepada Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto.
Baca Juga:
Ketua Umum Kadin Hasil Munaslub Anindya Bakrie Buka Peluang Arsjad Rasjid Jadi Dewan Pertimbangan
KPK Segera Umumkan ke Publik, Hasil Analisis Klarifikasi Kaesang Pangarep ‘Nebeng’ Jet Pribadi ke AS
Termasuk seluruh kepala daerah se-pulau Jawa untuk segera melakukan antisipasi dan mitigasi bencana.
Lihat juga konten video, di sini: Indonesia Konsisten Bela Palestina, Capres Prabowo Subianto: Kami Terus Koordinasi dengan Mesir
Atas dasar itu, BNPB melalui Kedeputian Bidang Penanganan Darurat BNPB membentuk tim dan segera melaksanakan TMC.
Arahan Kepala BNPB itu tertuang melalui surat Instruksi Langsung IL Ka. BNPB Nomor: B-646/KA BNPB/PD.0104/12/2023 pada tanggal 31 Desember 2023.
Baca Juga:
Mayat Pasangan Suami Istri Lansia Gegerkan Warga Cipondoh Tangerang, Ditemukan Pisau di Dekat Korban
Adapun untuk pelaksanaannya, tim BNPB, BMKG, BRIN, Kemenhub dan TNI AU kemudian membentuk posko utama di Base Ops Pangkalan Udara Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Banten.
Bandara seluas 170 hektar itu dipilih mengingat lokasinya sangat strategis untuk mencakup wilayah Banten, DKI Jakarta hingga Jawa Barat.
Selain itu, frekuensi penerbangan di bandara Pondok Cabe juga tidak terlalu padat sehingga dipastikan tidak mengganggu lalu lintas udara.
Direktur Dukungan Sumber Daya Darurat (DSDD), Kedeputian Bidang Penanganan Darurat BNPB, Agus Riyanto mengatakan bahwa upaya TMC ini dapat dimaknai sebagai bentuk ikhtiar bangsa.
Dalam meminimalisir dampak risiko bencana hidrometeorologi, dengan menggunakan teknologi yang ada.
“Operasi TMC ini merupakan bentuk ikhtiar bersama demi meminimalisir dampak risiko bencana yang dapat dipicu oleh cuaca.”
“Bukan berarti kita yang menurunkan hujan, namun ini adalah upaya untuk mengurangi intensitas hujan”.
“Yang diprediksi akan turun di satu tempat dengan menurunkannya di tempat lain,” jelas Agus, Sabtu (6/1/2024).
Operasi TMC menurut Agus merupakan salah satu alternatif yang sudah beberapa kali dilakukan BNPB, BMKG, BRIN, TNI AU dan lintas stakeholder lainnya.
Untuk mitigasi bencana hidrometeorologi kering maupun basah.
Pada kasus kekeringan, TMC dilakukan untuk menurunkan hujan ke wilayah terdampak maupun titik-titik kebakaran hutan dan lahan.
Sedangkan untuk kondisi seperti saat ini, TMC dilakukan untuk redistribusi curah hujan, sehingga hujan diharapkan dapat turun di wilayah lain dan tidak terfokus di satu daerah.
“Jika kemarin kita kekeringan dan karhuta, TMC dilakukan dengan harapan dapat turun hujan di wilayah terdampak karhutla.”
Sedangkan kalau saat ini, TMC diharapkan dapat menurunkan hujan pada posisi sebelum target.”
“Semisal, jika targetnya di Jakarta dan arah angin dari barat daya ke tenggara, maka kita semai NaCl di wilayah Laut Jawa, agar hujan tidak turun di Jakarta sesuai rekomendasi BMKG dan BRIN,” jelas Agus.
Agus juga mengatakan bahwa meski TMC ini dilakukan, maka bukan berarti kemudian kita tidak perlu lagi melakukan mitigasi dan antisipasi.
Sebab, faktor pemicu terjadinya bencana tidak hanya cuaca saja, namun dari berbagai hal mulai dari bagaimana kondisi hulu hingga tata kelola di bagian hilirnya.
Menurut Agus, masyarakat bersama pemerintah daerah tetap wajib melakukan upaya-upaya mitigasi.
Juga peningkatan kesiapsiagaan dan antisipasi lain yang dianggap perlu dalam rangka meminimalisir dampak risiko bencana.
“Ini PR (pekerjaan rumah-red) bersama. Kita semua tetap wajib meningkatkan mitigasi, kesiapsiagaan dan langkah antisipatif lainnya meski kita tahu saat ini sudah dilaksanakan TMC,” jelas Agus.
“Bagaimana kebiasan masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan, menjaga lingkungan di sektor hulu, bagaimana tata kelola lingkungan di wilayah hilir.”
“Ini menjadi satu rangkaian yang tidak boleh terputus demi mengurangi risiko bencana,” tambahnya.
Terkait pelaksanaan TMC di wilayah luar Jawa, Agus mengatakan bahwa nantinya akan ada evaluasi bersama antar lintas kementerian/lembaga dan stakeholder lain yang terlibat.
Sementara ini memang masih dilakukan di wilayah Pulau Jawa bagian barat.
Sebab, hal itu sebagaimana merujuk dari rekomendasi BMKG bersama BRIN untuk pembagian wilayah pelaksanaannya.
“Tentunya kita akan terus evaluasi. Memang saat ini masih di sektor Jawa bagian barat sesuai rekomendasi dari BMKG dan BRIN.”
“Nanti hasil evaluasi dan apabila ada rekomendasi terbaru, maka kita akan laksanakan sesuai keputusan bersama,”pungkas Agus.
Operasi TMC oleh BNPB dan lintas kementerian/lembaga akan dilaksanakan hingga Senin (8/1/2024), sesuai hasil rapat koordinasi sebelumnya.
Namun tidak menutup kemungkinan bahwa operasi akan dilanjutkan jika ada rekomendasi lanjutan dari BMKG, BRIN dan lintas stakeholder lainnya.
Pada hari Rabu (3/1/2023), operasi TMC yang pertama dilakukan dengan dukungan pesawat Cessna 208 Caravan BNPB bernomor lambung PK-SNS yang dioperasikan PT. Smart Cakrawala Aviation.
Operasi TMC di hari pertama itu dilakukan sebanyak satu kali sortie selama 2 jam 18 menit dengan menaburkan Natrium Clorida (NaCl).
Atau garam dapur di atas langit wilayah Kabupaten Bandung bagian barat dan Kabupaten Sukabumi bagian utara.
Penyemaian ini dilakukan di atas ketinggian 11.000 kaki dengan menghabiskan bahan semai NaCl sebanyak 1 ton.
Kemudian pada Kamis (4/1/2023), operasi TMC dilakukan sebanyak dua kali sortie.
Adapun sortie yang pertama menyisir wilayah Selat Sunda, Laut Jawa hingga di atas langit Kepulauan Seribu.
Selanjutnya sortie yang kedua menyasar wilayah Selat Sunda, Banten bagian barat daya hingga utara dan wilayah selatan Kabupaten Pandeglang.
Kedua sorti dalam operasi TMC hari kedua ini sama-sama dilakukan di atas ketinggian 11.000 kaki dengan menaburkan bahan semai NaCl masing-masing sebanyak 1 ton.
Pantauan satelit GSMaP pada tanggal 4 Januari 2024 menunjukkan terjadi hujan hujan ringan hingga sangat lebat di wilayah Jawa bagian barat.
Dengan curah hujan tertinggi mencapai 150 milimeter sebelum masuk Kabupaten Serang bagian utara.
Berikutnya pada hari Jumat (5/1/2024), operasi TMC kembali dilakukan sebanyak dua kali sorti dan seluruhnya menyasar ke wilayah Laut Jawa.
Dengan total bahan semai NaCl masing-masing 1 ton setiap sortinya dan dijatuhkan dari ketinggian antara 10.000-11.000 kaki.
Selanjutnya pada hari Sabtu (6/1/2023) operasi TMC dilakukan sebanyak tiga kali sorti dengan menyemaikan NaCl masing-masing 1 ton.
Pada sorti pertama dilakukan di wilayah Selat Sunda pada ketinggian antara 9.000 hingga 11.000 kaki.
Sorti yang kedua dilakukan di wilayah timur Teluk Jakarta dan Laut Jawa di bagian timur laut di atas ketinggian 11.000 kaki.
Sorti ketiga dilakukan di wilayah perairan selatan Pulau Jawa bagian barat dengan ketinggian 10.000 sampai 11.000 kaki.***